Dilansir dari KOMPAS ( 13/12/ 2025), bahwa Indonesia telah menetapkan UU tentang pembatasan usia anak- anak dalam mengakses media sosial, yang ditetapkan pada Maret 2025 lalu, walaupun belum dirasakan dampak pelaksanaannya, karena masih dalam masa transisi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, ketika merespon tentang negara-negara di dunia yang mulai berbondong-bondong melakukan pembatasan penggunaan media sosial (Medsos) untuk anak dibawah umur., diantaranya adalah Australia , yang diikuti oleh beberapa negara lain yang melihat urgensi pembatasan medsos pada anak seperti Malaysia serta beberapa negara di Eropa.
Sementara itu, Meutya juga menyatakan bahwa bagi platform yang enggan patuh pada aturan, ada sanksi yang akan dijatuhkan oleh pemerintah, antara lain sanksi administrasi, denda, hingga pemutusan akses.
Sebelumnya, terkait penggunaan medsos ini, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Dalam PP tersebut, disebutkan terkait batasan usia anak dalam mengakses media sosial dan layanan digital lainnya, guna menciptakan ruang digital yang aman dan ramah bagi anak-anak. Anak di bawah 13 tahun hanya diperbolehkan memiliki akun pada produk dan layanan digital berisiko rendah, yang dirancang khusus untuk anak-anak dan itu pun harus disertai izin orang tua
Kenyataannya, pembatasan bermedsos pada anak, belum bisa memastikan anak pengguna medsos sesuai aturan. Semisal masalah akun, sangat mungkin anak memakai akun palsu agar dapat bermedsos di berbagai platform, atau tentang izin orang tua, akan sangat mudah 'diakali' dengan mekanisme online yang memungkinkan peluang seperti itu. Pada akhirnya menjadi hal yang perlu dikritisi, bahwa berbagai aturan yang dibuat sangatlah pragmatis dan tidak menyentuh akar masalah yang sesungguhnya, yaitu tidak adanya kesadaran bermedsos yang bertanggung jawab, dan algoritma negatif yang membentuk pengguna medsos terkena resiko buruk, baik berupa pola pikir maupun pola sikap. Bukan hanya pada anak- anak, tetapi pada seluruh tingkatan usia dari para pengguna medsos.
Karena sebenarnya jika dipahami secara mendalam, fakta menunjukkan bahwa yang terkena efek negatif medsos, adalah seluruh lapisan usia. Hal ini tampak dari begitu banyak anak usia remaja bahkan orang dewasa yang terpapar efek negatif medsos.
Seperti banyaknya kasus orang dewasa yang terkena pinjol dan judol, terlibat perselingkuhan via online, atau bahkan terlibat dengan prostitusi online dan berbagai bentuk kejahatan, semisal penipuan, bullying, hingga terinspirasi melakukan kejahatan pembunuhan dari mengakses medsos, dan sebagainya.
Tidak dimungkiri bahwa medsos memiliki efek positif, semisal sebagai sumber literasi untuk ilmu dan informasi atau berita. Namun akses terhadap hal-hal tersebut sangat minim dibandingkan dengan akun- akun hiburan, seperti gosip, film, musik, fashion, gaya hidup, berita- berita kriminal, dan lain-lain, yang diakses oleh seluruh lapisan usia, sehingga sebenarnya media sosial ini bukan hanya tidak aman dan tidak ramah untuk anak- anak saja, tapi juga tidak ramah dan tidak aman untuk semua kalangan. Maka pembatasan usia pada anak- anak di bawah umur bukanlah solusi hakiki dalam mewujudkan rasa aman dan nyaman di dunia digital.
Bila ditelaah lebih dalam, maka konten- konten di medsos membawa nilai- nilai kehidupan yang sekular, yaitu nilai- nilai yang mengandung unsur kebebasan, sebagaimana yang diusung oleh sebuah negara demokrasi kapitalis sekular, yaitu kebebasan dalam beragama, berpendapat, berkepemilikan , dan bertingkah laku. Berbalut seni, budaya, gaya hidup dalam berbagai bentuknya, serta kemanfaatan duniawi semisal transaksi ekonomi, nilai-nilai tersebut ditampilkan dalam bentuk yang menarik, sehingga mampu membentuk pola pikir dan pola sikap yang bebas dalam melakukan apapun juga, dengan tujuan meraih kesenangan jasmani (hedonis) dan materi (materialistis). tanpa adanya batasan benar dan salah secara hakiki, semata dilandaskan kemanfaatan menurut manusia.
Maka konten- konten medsos dibanjiri dengan asas hidup sekuler liberal kapitalis, yang terbukti berefek pada karakter manusia dan masyarakat, menjadi manusia dan masyarakat yang bebas memperturutkan hawa nafsunya, serba boleh, dan hal itu terkena pada semua usia. Asas tersebut telah menjadi Algoritma yang bersifat mendunia sebagai bentuk hegemoni penerapan ideologi kapitaliisme- sekularisme liberal atas dunia oleh negara adidaya barat, yang jika dibiarkan akan menghancurkan kehidupan masyarakat manusia yang penuh dengan ketitidakamanan, gelisah, was- was, stres, depresi, dan jauh dari kebahagiaan yang hakiki. Diabaikannya aspek agama dalam kehidupan (sekularisme), telah menjadikan manusia sebagai budak dunia.
Padahal secara fitrahnya, manusia mendambakan kebahagiaan yang hakiki, hidup dengan rasa aman yang sesungguhnya, yang hanya akan didapatkan ketika manusia mengembalikan pengaturan kehidupannya kepada Zat Yang Menciptakan manusia, yaitu Allah SWT. Allah telah membuat aturan bagi manusia secara sempurna, dari sejak dia bangun tidur hingga tidur lagi, mulai dari masalah ibadah, makanan, minuman , pakaian, bergaul dalam masyarakat, bertransaksi ekonomi, hingga hubungan antara penguasa dengan rakyat nya, termasuk dalam pemanfaatan teknologi, itulah syariat (aturan) Islam. Dengan menjalankan syari'at Islam inilah, manusia berharap akan mendapatkan keridhaan Allah SWT, sebagai kebahagian hakiki yang ingin dicapai.
Termasuk dalam hal teknologi digital yang mewujud dalam bentuk platform - platform, manusia akan mengembalikan kepada ketentuan syariat Islam, dimana hal tersebut harus ditetapkan sebagai kebijakan institusi negara yang berasas pada akidah Islam, agar dapat menampilkan dunia digital yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu sesuai dengan aturan Islam, bersandar pada halal- haram menurut Allah. Algoritma yang ditampilkan pun adalah yang berdasarkan pada akidah dan syariat Islam, sehingga akan mampu menjaga kewarasan akal dan kebersihan naluri manusia, yang terwujud dalam sikap takwa, bukan hanya pada diri individu tapi juga tampak pada masyarakat, hingga terwujud rasa aman dan nyaman, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.
Tentu hal ini membutuhkan perangkat teknologi yang mandiri yang terbebas dari pengaruh ideologi sekular kapitalis, yang membutuhkan kemandirian dan kekuatan negara dalam penerapan aturan Islam ideologi secara komprehensif. Kehadiran teknologi maju pada akhirnya justru akan memberikan barokah, karena akan menjadi sarana edukasi dan sosialisasi kebijakan - kebijakan negara juga informasi, dalam upaya penguatan di tengah-tengah masyarakat. Semuanya dilandaskan pada kesadaran dan ketakwaan individu dan masyarakat, sehingga akan menghadirkan kebaikan yang bertambah di tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
" Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan limpahkan berkah dari langit dan bumi..." ( TQS. Al- ' Araf;96)
Wallahu 'alam
