-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Fatherless Kian Populer, Buah Kehidupan yang Sekuler

Friday, December 26, 2025 | December 26, 2025 WIB Last Updated 2025-12-27T07:03:17Z

 Fatherless Kian Populer, Buah Kehidupan yang Sekuler

Oleh: Wardatil Hayati, S.Pd 

(Pemerhati Ibu & Generasi)

 

Pemerintah Kota Samarinda meluncurkan Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah (GEMAR) yang mulai diberlakukan pada Desember 2025. Program ini bertujuan meningkatkan keterlibatan ayah dalam pendidikan anak sekaligus merespons fenomena fatherless yang kian meluas.


Edaran sepekan lalu, bagi Ayah yang mengikuti program ini diberikan dispensasi kerja, sementara sekolah dan media diminta turut mendukung kampanye tersebut.kaltitribun


Di sisi lain, data menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Sekitar 15,9 juta anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah secara fisik maupun emosional. Dari jumlah tersebut, 4,4 juta anak hidup tanpa ayah, sedangkan 11,5 juta anak lainnya memiliki ayah yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu, sehingga nyaris tidak terlibat dalam keseharian anak. Fenomena fatherless ini bukan lagi kasus individual, tetapi telah menjadi persoalan sosial yang sistemik.


Langkah Pemkot Samarinda patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap peran ayah. Namun, mengimbau ayah mengambil rapor anak saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan fatherless yang bersifat struktural.


Fatherless bukan semata akibat kelalaian individu, melainkan buah dari sistem kehidupan kapitalistik-sekuler yang memaksa laki-laki bekerja panjang demi bertahan hidup. Sistem ini menjadikan ayah sekadar mesin ekonomi, bukan pendidik dan pemimpin keluarga. Akibatnya, pembentukan karakter anak menjadi timpang karena kehilangan figur ayah sebagai pemimpin, pendidik, pelindung, dan teladan.


Dalam sistem ini, bukan hanya anak yang kehilangan ayah, tetapi ayah pun menjadi korban sistem. Mereka kehilangan waktu, peran, bahkan makna kepemimpinan dalam keluarga. Kapitalisme tidak hanya melahirkan fenomena fatherless, tetapi juga motherless secara fungsional, karena ibu pun sering terpaksa terseret dalam tuntutan ekonomi.


Dengan demikian, persoalan fatherless tidak dapat diselesaikan melalui kebijakan parsial dan simbolik. Masalah sistemik menuntut solusi sistemik.


Islam memandang keluarga sebagai fondasi peradaban, dan ayah sebagai kepala keluarga (qawwam) yang bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan nafkah, pendidikan, perlindungan, dan pembinaan akidah anak-anaknya.


Dalam sistem Islam:

Peran ayah ditegaskan sebagai pemimpin dan pendidik utama, bukan sekadar pencari nafkah. Ayah hadir secara fisik, emosional, dan spiritual dalam kehidupan anak.


Allah berfirman dalam surat an Nisa ayat 4, yang berbunyi:

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka…”


Negara (Khilafah) berperan sebagai support sistem yang kuat dengan menjamin kebutuhan dasar rakyat (pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lapangan kerja) sehingga ayah tidak dipaksa bekerja berlebihan.


Sistem ekonomi Islam menghapus eksploitasi tenaga kerja dan memastikan upah layak, memungkinkan ayah memiliki waktu berkualitas bersama keluarga.


Pendidikan berbasis akidah Islam membentuk generasi berkepribadian Islam, dengan keterlibatan sinergis ayah, ibu, masyarakat, dan negara.


Islam tidak menempatkan ketahanan keluarga hanya di pundak ibu, tetapi membuka pintu ketahanan keluarga dari peran ayah yang kokoh, didukung sistem yang adil dan manusiawi.

Sejarah membuktikan, selama berabad-abad tegaknya sistem Islam di muka bumi, keluarga-keluarga tangguh melahirkan generasi unggul dan tokoh-tokoh besar. Karena itu, solusi hakiki atas fenomena fatherless bukan sekadar gerakan simbolik, melainkan penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

×
Berita Terbaru Update