-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pasar Karbon Global: Kolonialisme Hijau yang Merampas Keadilan, Saatnya Indonesia Memimpin dengan Paradigma Islam

Saturday, December 27, 2025 | December 27, 2025 WIB Last Updated 2025-12-28T04:02:29Z

 

Oleh: Mei Widiati, M.Pd. 


Pada COP30 di Brasil, Indonesia mengklaim memiliki potensi surplus kredit karbon sebanyak 1 miliar ton yang siap dijual di pasar karbon global. Kementerian Keuangan Indonesia dengan bangga mengungkapkan bahwa negara lain diminta untuk membayar atas surplus karbon tersebut. Namun, meski terlihat sebagai langkah besar dalam upaya mengurangi emisi dan menyelamatkan lingkungan, pasar karbon global ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama tentang keadilan sosialnya. Pasar karbon yang seharusnya berfungsi untuk mengurangi emisi karbon dan membantu negara berkembang seperti Indonesia justru dapat menjadi alat bagi negara-negara maju untuk terus mencemari tanpa mengubah pola konsumsi dan produksi mereka yang merusak bumi.


Akar Masalah: Sekularisasi dan Kapitalisme dalam Pasar Karbon


Masalah mendasar dari mekanisme pasar karbon ini terletak pada sistem kapitalis global yang mengendalikan pasar tersebut. Pasar karbon didesain dengan prinsip ekonomi kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Negara-negara maju, yang telah menyebabkan sebagian besar kerusakan ekologis dengan emisi besar selama revolusi industri, justru meminta negara berkembang untuk menahan emisinya, sementara mereka terus membayar untuk "izin" mencemari. Ini mengarah pada ketimpangan sosial yang semakin tajam, di mana negara kaya membeli izin untuk merusak lingkungan, sedangkan negara berkembang, seperti Indonesia, hanya menerima sebagian kecil dari keuntungan itu.


Selain itu, pasar karbon ini sering kali tidak mencerminkan nilai sosial dan spiritual dari alam. Dalam kapitalisme, yang dihitung adalah angka—harga karbon yang murah, sementara kesejahteraan masyarakat lokal yang bertanggung jawab atas pemeliharaan alam dan hutan tidak diperhitungkan dengan adil. Seharusnya, dalam sistem sekuler ini, ada perhatian terhadap dampak sosial dan budaya, namun hal ini justru terabaikan.


Solusi Islam: Keadilan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam


Islam memiliki paradigma yang jelas mengenai pengelolaan sumber daya alam dan keadilan sosial. Dalam Islam, alam semesta diciptakan sebagai amanah dari Allah, dan manusia diberikan tanggung jawab untuk menjaganya.


Allah mengingatkan dalam Alquran:


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ 


"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Aku akan menjadikan khalifah di bumi." (TQS. Al- Baqarah: 30)


Konsep khilafah mengajarkan bahwa manusia adalah pemimpin di bumi, yang harus menjaga dan memelihara alam untuk kepentingan umat manusia, bukan untuk dieksploitasi demi keuntungan sesaat. Prinsip ini mengutamakan keadilan distributif yang memastikan bahwa setiap orang, khususnya masyarakat yang paling terdampak perubahan iklim, menerima manfaat secara adil dan merata.


1. Prinsip Keadilan Distributif dalam Islam


Dalam Islam, setiap individu berhak untuk mendapatkan bagian yang adil dari sumber daya alam. Salah satu contoh nyata dari konsep ini adalah kewajiban zakat, di mana kekayaan yang ada harus didistribusikan kepada yang membutuhkan. Prinsip ini dapat diterapkan dalam pasar karbon, dengan memastikan bahwa dana yang diperoleh dari perdagangan karbon dikembalikan kepada komunitas lokal yang menjaga hutan dan alam. Oleh karena itu, pengelolaan pasar karbon harus mengedepankan kesejahteraan masyarakat yang ada di garis depan pelestarian lingkungan.


2. Menghitung Ulang Harga Karbon


Dalam Islam, segala sesuatu memiliki harga yang adil. Sebagai contoh, dalam jual beli, Nabi Muhammad SAW bersabda, 


"Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menjual barang yang rusak tanpa memberitahu pembelinya" (HR. Abu Dawud). 


Prinsip ini juga berlaku dalam transaksi karbon. Harga kredit karbon yang dijual harus mencerminkan biaya sosial dan ekologis yang diderita akibat kerusakan lingkungan. Dengan kata lain, harga karbon yang sangat rendah dan tidak adil akan merugikan masyarakat lokal yang selama ini berusaha menjaga alam.


3. Keterlibatan Negara dalam Mengelola Sumber Daya Alam


Islam mengajarkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Dalam sistem Khilafah, negara bertanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan umat dengan memastikan bahwa sumber daya alam dikelola dengan baik dan memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Oleh karena itu, Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi pihak yang menjual kredit karbon, tetapi juga memastikan bahwa dana yang diperoleh dari pasar karbon benar-benar mengalir langsung kepada masyarakat lokal yang berperan besar dalam menjaga ekosistem.


Khatimah 


Pasar karbon yang ada saat ini menunjukkan ketidakadilan struktural yang sangat dalam, di mana negara-negara berkembang seperti Indonesia justru diharuskan untuk menjual hak mereka untuk merusak lingkungan, sementara negara-negara kaya dapat terus mengotori planet dengan membeli izin. Islam menawarkan solusi dengan prinsip keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang lebih merata. Negara harus bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam dan memastikan bahwa manfaat dari pasar karbon benar-benar dirasakan oleh mereka yang berjuang untuk menjaga lingkungan. Dengan begitu, keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan umat bisa terwujud dengan baik.


Wallaahu a'lam bishshowab

×
Berita Terbaru Update