-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

HIV/AIDS Merebak, Generasi Terancam: Ini Bukan Cuma Soal Kesehatan

Saturday, December 27, 2025 | December 27, 2025 WIB Last Updated 2025-12-28T05:04:59Z

 HIV/AIDS Merebak, Generasi Terancam: Ini Bukan Cuma Soal Kesehatan

Penulis: Afifah Putri Wardana


Memperingati Hari AIDS Sedunia, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Ismed Kusasih, mengungkapkan data terkini kasus HIV di Kota Tepian, Kalimantan Timur. Hingga Oktober 2025, tercatat 444 kasus baru HIV sepanjang tahun ini, dengan total 2.225 penderita yang sedang menjalani pengobatan aktif (Tribunkaltim).


Kondisi serupa juga terjadi di Kota Balikpapan. Dilansir dari Prokal, hingga September 2025 tercatat 261 kasus HIV baru, dengan 49 di antaranya telah memasuki fase AIDS. Meski kelompok usia 25–49 tahun masih mendominasi, terjadi peningkatan signifikan pada kelompok usia muda. Kasus HIV pada remaja usia 15–24 tahun mencapai 61 kasus. Bahkan, jumlah kasus pada pelajar dan mahasiswa telah melampaui kelompok berisiko seperti pekerja seks.


Secara nasional, persoalan HIV pada ibu hamil kembali menjadi sorotan. Kementerian Kesehatan melaporkan 2.264 temuan baru sepanjang 2025, mencakup kasus ibu hamil dengan HIV, terapi ARV, penularan ibu ke anak, hingga profilaksis bayi. Fakta ini menegaskan bahwa penanganan HIV pada ibu hamil harus diperkuat agar mata rantai penularan tidak terus berlanjut.


Jika sebelumnya HIV/AIDS identik dengan kelompok berisiko, kini penyakit ini telah menyasar generasi muda. Problem generasi pun kian bertambah, namun negara tampak hanya berfokus pada edukasi dan pengobatan. Penanganan yang dilakukan belum menyentuh akar persoalan yang menjadi penyebab utama maraknya HIV/AIDS.


Selain generasi muda, meningkatnya kasus HIV pada ibu hamil menjadi ancaman serius karena berisiko melahirkan anak dengan HIV. Kondisi ini tidak terlepas dari realitas sosial hari ini, di mana pergaulan bebas semakin meluas, bahkan terjadi pada mereka yang telah berstatus menikah.


Faktor ekonomi turut berkontribusi. Banyak pasangan terpaksa menjalani hubungan jarak jauh (long distance relationship/LDR), yang membuka celah perselingkuhan, perilaku seksual berisiko, hingga infeksi HIV. Virus ini kemudian menular kepada pasangan sah, bahkan kepada anak yang sedang dikandung. Sayangnya, upaya pemerintah masih didominasi pendekatan kuratif, sementara aspek preventif belum menjadi fokus utama. Lantas, bagaimana mungkin membentuk generasi pelopor perubahan jika para ibu saja terancam HIV/AIDS?


Lebih jauh, perilaku generasi hari ini kian jauh dari standar halal dan haram. Kepuasan diri dan hawa nafsu menjadi ukuran utama. Sistem sekuler yang dianut negara membuka pintu lebar bagi masuknya budaya Barat melalui media, tontonan, dan gaya hidup bebas. Budaya ini dengan mudah diakses dan ditiru, lalu dijadikan pedoman hidup oleh generasi. Akibatnya, identitas Islam kian terkikis dan generasi semakin jauh dari nilai-nilai agama.


Lemahnya akidah menjadi faktor mendasar yang menjerumuskan generasi ke dalam pergaulan bebas dan perilaku berisiko. Bahkan, pergaulan tersebut sering terbentuk dalam lingkaran atau kelompok tertentu yang terorganisir, sehingga penyebaran HIV/AIDS semakin sulit dikendalikan. Ketika individu telah terjebak di dalamnya, keluar dari lingkaran tersebut bukan perkara mudah. Oleh karena itu, tidak cukup hanya mengandalkan kesadaran individu tanpa dukungan sistem dan peran negara dalam menguatkan akidah masyarakat.


Islam memandang persoalan HIV/AIDS sebagai tanggung jawab negara dalam menjaga dan melindungi generasi. Negara dalam Islam memiliki fungsi strategis untuk mencegah sekaligus memberikan solusi komprehensif atas persoalan HIV/AIDS yang menimpa generasi dan masyarakat secara umum. Negara tidak bersikap permisif, apalagi membiarkannya, lalu hanya hadir melalui edukasi dan pengobatan semata. Pencegahan menjadi agenda utama yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.


Dalam konstruksi Islam, upaya pencegahan ditopang oleh sistem yang saling terintegrasi dan saling menguatkan. Sistem pergaulan Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan secara tegas, menutup seluruh pintu yang mengarah pada zina dan penyimpangan seksual. Dengan demikian, remaja dan generasi muda dijaga sejak awal agar tidak terjerumus ke dalam perilaku berisiko yang menjadi pintu masuk penularan HIV/AIDS.


Sistem pendidikan Islam juga berperan penting dalam membentuk kepribadian generasi. Pendidikan tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi menanamkan akidah Islam sebagai fondasi berpikir dan bersikap. Generasi dididik untuk menjadikan halal dan haram sebagai standar perilaku, sehingga memiliki benteng internal yang kuat dalam menghadapi arus pergaulan bebas dan budaya permisif.


Selain itu, negara dalam Islam menerapkan sanksi hukum yang tegas dan adil terhadap setiap bentuk kemaksiatan. Sanksi ini bukan semata-mata untuk menghukum, melainkan sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir), sehingga menciptakan efek jera sekaligus menjaga masyarakat dari kerusakan yang lebih luas.


Seluruh mekanisme tersebut berjalan dalam bingkai tiga pilar ketakwaan: ketakwaan individu yang lahir dari akidah yang kuat, kontrol masyarakat melalui amar ma’ruf nahi munkar, serta peran negara dalam menerapkan aturan Allah secara menyeluruh. Dengan sinergi ketiga pilar ini, penjagaan generasi dari HIV/AIDS tidak bergantung pada kesadaran individu semata, tetapi menjadi tanggung jawab kolektif yang ditopang oleh sistem negara.


Oleh karena itu, penting bagi generasi untuk mengkaji Islam secara mendalam, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, menyiarkannya di tengah masyarakat, serta memperjuangkannya agar Islam tegak secara kaffah. Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, negara mampu melindungi dua generasi sekaligus, yakni generasi hari ini dan generasi yang akan dilahirkan. Inilah jalan untuk melahirkan Generasi Penerus Risalah Islam sekaligus Generasi Pelopor Perubahan, sebuah amanah besar yang harus dijaga bersama. Wallahu'alam

×
Berita Terbaru Update